Kamis, 15 Desember 2011

Cara Baru Makan Steak @Holycow



Akhir-akhir ini orang-orang senang mengomentari metamorfosis kami. Gimana nggak, dulunya kami ini mirip sepasang tulang berjalan, selama hampir empat tahun pacaran berat saya meningkat dari 48 kilo jadi 55 kilo. Panda lebih super lagi, dari golongan cowok berbadan tipis kini melambung sampai 18 kilo dengan perut ndut ala Bernard Bear. Hehe..

Inilah efek samping dari traveling yang tidak jauh dari dunia kuliner. Tukang jajan ketemu tukang makan. Selain gampang lapar mata, kami sering keracunan rekomendasi teman juga dari hasil liputan dan artikel.  

Steak Hotel, Holycow
Bermula dari Panda yang menemukan artikel tentang Steak di Intisari edisi Agustus 2011. Narasumbernya chef Vindex yang saat itu sedang beken sebagai juri Master Chef Indonesia (MCI). Artikel ini tentang cara masak steak yang bener dan contoh penyajian steak yang salah kaprah. Di Indonesia kasus kesalahan ini seperti penambahan saus, sayuran dll. Dengan pedas si chef ini mengibaratkan  penambahan saus seperti lukisan seniman yang ditambah-tambahin oleh penggemarnya. 

Diliputi rasa penasaran, sebelum lebaran kemarin Panda mentraktir saya ke Steak Hotel Holycow di Kebon Dalem, Jakarta Selatan. Steak Hotel yang direkomendasikan dalam artikel ini terkenal karena menu Wagyu Steaknya yang lembut, empuk dan murmer.

Wagyu Rib Eye, Medium Grill, No Sauce

Sesampainya di "warung" Holycow ini kita dikejutkan dengan antriannya. Ya, meskipun menunya adalah daging sapi premium, tapi tampilan Holycow ini lebih mirip warung ketimbang restoran.  Saya dan Panda duduk berhimpitan dengan pengunjung lain masih di meja yang sama, sementara para pengantri berdiri tidak jauh dari kami. 
  
Kami pesan Wagyu Rib Eye (98k) dan Wagyu Sirloin  (93k) yang masing-masing beratnya 200gr dan keduanya tanpa saus. Kami pilih tingkat kematangan medium soalnya menurut artikel steak itu idealnya gak dipanggang sampai mateng bener (well done) karena rasa juicynya bakal hilang. Sementara rata-rata buat orang Indo lebih aman kalau makan daging yang bener-bener matang, garing dan gak berwarna kemerahan lagi. Sementara kami belum cukup berani mencoba tingkat kematangan rare, takut masih terlalu mentah buat lidah kami. Dan sebagai orang yang pernah belajar Microbiology lumrah kalau rada phobia pada makanan-makanan yang 'terlihat' kurang mateng.
   
Wagyu Sirloin, Medium Grill, no sauce

Dengan mudahnya pisau kami mengoyak steak beraroma daging panggang ini.  Tingkat kematangan Medium sesuai ekspektasi, tidak terlalu gosong diluar dan masih sedikit kemerahan di dalam. Dalam sekali gigit kami bisa merasakan mudahnya gumpalan daging ini dilumat oleh gigi dan rasanya lembut, juicy dan seperti lumer di lidah. Daging Wagyu asal Jepang ini memang empuk dan tidak berserat sebagaimana daging lokal, maknyuss

Poin plus dari tidak menambahkan saus steak, saus sambal dan ornamen lainnya adalah rasa original steaknya ketahuan. Dari rasanya, steak ini dimarinade dengan bumbu merica, garam, olive oil dan satu bumbu lagi yang tidak bisa saya identifikasi. Bener kata pak Chef, steak itu gak perlu ditambahin yang aneh-aneh sudah enak, gurih dan juicy-that's the best part.  Bedanya kedua steak yang kami pesan ini, Wagyu Sirloin lebih berlemak. I prefer Wagyu Rib Eye for sure.

Perut kenyang, bill datang. Total damage Rp. 250.000++ berdua. Harga yang bikin kita menelan ludah. Padahal wagyu steak di Holycow ini termasuk yang murah, di resto steak lainnya bisa sampai sampai 300k/porsi. Dari sisi rasa, porsi, dan service it totally worthed & recommended, saya sampe ngiler bikin postingan ini. Would be back kalau ada yang nraktir lagi. :) 

HOLYCOW STEAK HOTEL
Setiap hari (selasa tutup), 18.30 WIB - habis  
Jl Radio Dalem Raya No 15, Jakarta Selatan

Jumat, 09 Desember 2011

Wisata di Kota Hujan


Istana Bogor
Ketika hujan datang.. 
Salah satu faktor krusial yang mempengaruhi sebuah perjalanan selain urusan "duit" adalah faktor cuaca. Menjelang akhir tahun begini belahan bumi lainnya mulai ditutupi oleh salju,  sementara kita yang hidup di negara tropis sedang sibuk-sibuknya diguyur hujan. Di Depok contohnya, hujan datang tanpa basa-basi seperti air yang dituang dari langit ditambah gemuruh petir menyambar-nyambar. Terpaksa deh matiin tv. Awan mendung juga jadi penghalang antara modem internet dan sinyal 3 HSDPA. Ujung-ujungnya kalau langit mulai gelap saya jadi berteman dengan sepi. Sengsaranya..

Istana Bogor
Di musim hujan berada di dalam rumah saja bisa mati gaya, apalagi ketika lagi 'jalan'. Cuaca yang tidak menentu ini juga membuat kami aras-arasen (setengah hati) untuk bepergian. Momen dilematis terjadi sekitar empat minggu yang lalu ketika kaki ini sudah gatel minta diajak jalan dan mata pengen lihat yang hijau-hijau. Bosan ke Lapangan Monas, saya usul ke Kebun Raya Bogor. 

Masalahnya saat itu cuaca mendung, ada pengurangan jadwal KRL Jabodetabek dan sindrom klasik lainnya: -kami sudah kesiangan buat jalan-. Setelah berlangsung aksi saling tuding, kemudian kami meluncur juga ke Bogor dianter oleh tante. Setelah 1.5 jam perjalanan, hawa sejuk mulai terasa dan kami melewati Istana Bogor di Jalan Ir. H. Juanda. Istana bergaya Belanda yang serba putih ini nampak megah, cantik, anggun sekaligus angkuh dengan pilar pilar paladian yang menjulang tinggi. Sayangnya Istana yang dibangun tahun 1744 ini tertutup untuk umum.


Istana Bogor

Saya baru sadar kalau banyak bangunan bersejarah di negara kita ini sangat dipengaruhi oleh gaya arsitektur Klasisme, seperti: Museum Fatahilah, Museum Seni Rupa & Keramik dan GPIB immanuel di seberang Gambir. Ciri-cirinya bangunannya megah-serba putih, jendela kayu sebesar pintu, ornamen pilar-pilar putih raksasa dan atap yang dihiasi kubah bulat atau menara yang cantik.

Walaupun secara resmi adalah istana kepresidenan, tapi menurut saya istana ini  punya sisi romantisme.  Selain bangunannya yang serba putih, pelatarannya yang luas terbalut rumput hijau yang jadi tempat hidup bagi ratusan rusa berpunggung totol putih. Saking banyaknya rasanya seperti melihat pemandangan nyata padang savana di Afrika, tapi tanpa singa lho.  Herannya dengan tingkat kepadatan populasi tinggi rusa-rusa imut dari Nepal itu nampak bahagia dan santai merumput sembari permalasan.

Beberapa rusa mendekat ke pagar Istana  sambil sibuk mengunyah. Rupanya beberapa pengunjung memberi makan sambil mengelus-elus kepala si rusa dan berfoto bersama. Momen indah dimanfaatkan beberapa orang untuk berdagang wortel dan kangkung. Panda merapat ke jendela mobil, dari senyuman takjub dan matanya yang berbinar-binar saya tahu dia pengen ikutan ngasi makan. Gitu kok tadi diajak males-malesan. Sayang karena keterbatasan waktu dan gak bisa parkir, jadi lanjut menuju Kebun Raya Bogor

Kami juga melewati Museum Zoologi yang sialnya juga sudah tutup karena kami berangkat kesiangan. Ada juga gereja GPIB Zebaoth, satu lagi gereja tua yang cantik peninggalan jaman Belanda. Pengen banget foto-foto, lain kali kami pasti mampir!
  
Kehujanan di Kebun Raya Bogor
Seharian gak akan cukup untuk menjelajahi Kebun Raya seluas 87 Hektar ini, apalagi kalau cuma dua jam ditambah adegan kehujanan. Ditambah lagi karena ada persiapan acara kawinan, beberapa jalan ditutup jadilah kami cuma bisa melewati beberapa area diantaranya Kolam teratai di depan Cafe Dedaunan dan berfoto di dekat patung Sir Raffles. Baru sebentar saya hujan turun dari langit dan membuyarkan acara foto-foto kami. 

Panda dan Teratai Raksasa @KRB

Terakhir saya kesini tahun 2007 lalu untuk melihat langsung Amorphpophallus titanium si bunga bangkai yang tinggi itu. Dan belum lama ini ada liputan tentang koleksi anggrek dan kaktus yang bikin saya ngidam pengen ke KBR. Dan sialnya ketika kami sudah sampai persis di depan rumah kaca (Anggrek), pintunya sudah digembok. Hiks. Akhirnya kami memutar ke area Pandan-pandanan (Pandanaceae) area favorit lainnya yang gak bisa difoto karena hujan. Kelemahan Camdig yang kami bawa ini hasilnya kurang oke di tempat yang kurang & kelebihan cahaya, juga kalau berangin. Kamera yang aneh..

Dengan segala keterbatasan, kami memang cuma baru mengexplorasi secuil area dari Kebun raksasa ini tapi overall its nice. Ada banyak jalan dan jembatan yang bisanya diakses dengan jalan kaki, gak ada penyewaan sepeda pula. Saran paling bijak kalau ada berwisata ke Bogor nampaknya memang harus dimulai pagi-pagi benar supaya bisa masuk ke banyak tempat, jangan lupa payung, siapkan kaki dan batere yang banyak.  


dibawah pohon pisang-pisangan

Bogor Botanical Garden
Jl. Ir. H. Juanda no. 13, Bogor
Jam Buka
Setiap Hari,    08.00 - 17.00 WIB
HTM 
Pengunjung             Rp. 10.000,-
Mobil                       Rp. 15.000,-
Motor                     Rp.   2.500,-

Kamis, 08 Desember 2011

Wisata Gereja Tua Jakarta..


Gereja Immanuel Jakarta

Tes Camera
Meskipun judulnya terasa agak religius, tapi sebenarnya plesir kami kali ini dalam rangka 'ngereyen' camera Nikon SLR D3100 punya tante. Setelah sekian lama bergulat dengan camera digital pocket, akhirnya kesampaian juga ngerasain pakai SLR. Dengan pengalaman fotografi yang tergolong amatir kami memilih gedung gereja sebagai obyek  yang  relatif mudah difoto. Itu cuma teori saya. Kenyataannya menjepret gedung gereja yang menjulang tinggi itu cukup sulit, sampai harus berjongkok-jongkok ria. 

Entah sudah berapa kali saya gagal ngajak Panda ke kedua gereja bersejarah yang letaknya tidak jauh dari stasiun Gambir ini. Dan seringnya saya cuma bisa manyun ke arah Panda ketika melihat Gereja Immanuel & (atap) Katedral Jakarta dari dalam KRL. Tiba-tiba sabtu kemarin Panda dengan penuh semangat ngajak jalan dan dengan rajinnya menyiapkan ransel kamera sambil senyam senyum. Pantesan dari kemaren saya berkali-kali disuruh baca manual booknya. *lirik ke arah Panda*  

GPIB Immanuel tampak dari Stasiun Gambir

Gereja Immanuel 
As usual, kami berangkat dari depok dengan KRL commuter line tujuan Gambir. Tugu monas dan Gereja Immanuel sudah kelihatan jelas dari lantai tiga stasiun. Setelah pasang lensa, sedikit sentuhan zoom, voilĂ ! Gereja klasik ala Belanda yang serba putih ini terlihat anggun dibidik dari Gambir. Cuma karena sudutnya kurang pas, jadi bagian depan agak tertutup pepohonan. Fyi, GPIB Immanuel ini terletak di jalan Pejambon di seberang stasiun Gambir.

Melangkah ke seberang, gerbang depan gereja ini digembok jadi kami mesti berjalan memutar lewat gerbang samping. Biarpun tujuan utama sekedar berfoto-foto tapi kami mesti ijin dulu ke satpam lalu lanjut ijin ke pengurus gereja. Rasanya agak paranoid yah, mungkin untuk menghindari kejadian terorisme. Padahal dilihat dari sudut manapun, kami yang bercelana pendek ini sama sekali gak mirip wartawan, fotografer profesional apalagi teroris.

GPIB Immanuel Jakarta

Back to the Church. Gedung gereja ini benar-benar megah dengan pilar-pilar paladian raksasa, pintu dan jendela kayu yang tinggi-besar ditambah menara kecil diatas kubah bulatnya. Panda yang gembul aja bisa keliatan kecil difoto bersama gedung megah ini. Sayangnya cat putihnya sudah memudar jadi kelihatan agak kusut. Gereja ini sedang proses renovasi dan mestinya di cat ulang juga. 

Sayang seribu sayang kami gak bisa melihat interior di dalamnya karena sedang ada upacara pemberkatan nikah. Kami juga sempat ditanyai gara-gara berniat 'mencuri' foto pasangan pengantin berkostum putih-putih yang sedang menaiki tangga gereja yang meliuk. Momen yang sip untuk difoto. Sayangnya sudah keburu dipanggil sebelum berhasil jepret. Sebelum meninggalkan gereja, Panda masih sempat memfoto gadis-gadis kecil pengiring penganting yang terlihat cute dalam terusan warna putih. Sementara saya cuma bisa senyum-senyum pada Satpam yang menunjukkan raut curiga pada perilaku kami. What a wierd situation.   

Katedral Jakarta
Neo-gothic Church

Pertama kali lihat gereja bergaya neo-gothic ini ketika dalam salah satu perjalanan kami menggunakan KRL. Saya bertanya-tanya pada Panda, bangunan cantik apakah  itu yang 'bernuansa' eropa di tengah ruwetnya tata-kota Jakarta? Dan akhirnya sampai juga kami ke Gereja Katedral Jakarta ini diantar oleh bajaj BBG warna biru dari stasiun Gambir. Kurang dari 10 menit (dan Rp. 15.000,-) kami sampai juga di Gereja Katedral Jakarta. Menurut mbah google, nama resmi gereja ini adalah Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga/ De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming.

Katedral Jakarta

Sesampainya di gerbang kami langsung lapor ke pos satpam yang untungnya lebih flexible menerima tamu. Kami terperangah melihat gedung gereja ini dari dekat. Kata yang paling tepat untuk menggambarkan gereja ini adalah luarrr biasa cantik. Barangkali gereja kuno tercantik dan termegah yang pernah saya lihat langsung. Lagi-lagi kami tidak berhasil masuk ke dalam gereja karena sedang ada ibadah pemberkatan nikah. Mau bagaimana lagi, akhirnya kami cuma bisa mengagumi gedung gereja ini dari luar saja.
   
Inilah bagian tersulitnya. Gereja Katedral berwarna gothic ini menjulang tinggi dengan dua menara berwarna putih di puncaknya, sementara halamannya sedang dipenuhi mobil parkir. Bayangkan sulitnya mendapatkan foto gedung gereja yang utuh tanpa memperlihatkan jejeran mobil itu. But it worthed to try.  

Kami mesti puas dengan jeprat-jepret di pelataran luar dengan gerak yang terbatas. Lagi-lagi panda menemukan model dadakan berupa sepasang bocah laki-laki dan perempuan sekitar 5-6 tahunan dengan yang sedang asyik ngobrol di depan pintu gereja. Belum sempat mengabadikan moment itu, bapak si anak nongol dan merusak suasana. Ealah..

Bonus: Monas (lagi)
Sebenarnya masih ada beberapa lagi gereja-gereja Tua di Jakarta, tapi rasanya dua gereja ini dulu sudah cukup.  Perjalanan uji coba foto kami diakhiri dengan leyeh-leyeh (lagi) di taman Monas. Entah sudah berapa kali kami 'mampir' ke Monas, dari yang dulunya memang niat untuk naik ke puncaknya sampai yang hanya sekedar beristirahat sambil ditiup angin semilir dan memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang dengan sepeda atau layangan. 

Sore di Lapangan Monas

Dan dari beberapa foto Monas yang pernah kami jepret, foto diatas ini mungkin yang terbaik secara kali ini kami pakai camera SLR. Thanks to Panda for capturing this lovely picture, sementara saya sedang sibuk memberi makan ikan di kolam Monas dengan roti Boy. Jangan salah, mereka demen banget dikasi roti sampai   rebutan  dan lompat-lompat segala.  Dan karmanya celana dan sepatu saya basah karena kecipratan mereka. Kata Panda sebelum kami beranjak pergi, 'lain kali kita bawa makanan ikan ya'. Niat banget emang si Panda, hahaha...

Telepon masuk dari dua sohib saya yang menginfokan bahwa mereka sudah sampai di Stasiun Gambir. Kemudian kami jalan bareng ke Ambasador Plaza. Dari wisata heritage berubah jadi wisata mall, what a great weekend. :)

Selasa, 15 November 2011

Writer Block

picture from: www.jedword.com

Entah mengapa akhir-akhir ini saya merasa sedang dilanda writer block. Sebetulnya ada cukup banyak ide bersliweran di kepala, cerita ini-itu dan foto-foto lucu yang pengen sekali segera di posting. Tapi setelah susah payah saya memaksa otak untuk merangkai kata-kata,  beberapa baris saja saya sudah mandeg dan menyerah. Menghasilkan beberapa draft yang tidak pernah selesai ditulis.

Me & Reading
Kalau sudah begini, saya kembali ke kebiasaan lama yaitu membaca (ulang) buku-buku favorit yang biasanya bergenre traveling, self help book, dan Chicklit. Theodora's Dairy dan Theodora's Wedding adalah dua judul chicklit, yang meskipun sudah kusam tapi kocak hingga demen saya baca berulang kali. Bukan melulu perkara cinta, Theodora mengisahkan kehidupannya sehari-hari yang 'biasa banget' dan pergumulan pribadinya:  pacarnya yang baik tapi sulit diajak ke gereja, karirnya yang membosankan, perjuangannya melawan ketagihan cokelat dan komitmennya untuk rajin menulis diary. Theo adalah pribadi yang aneh dan lucu, saya suka caranya mendeskripsikan kehidupan bergereja dan kenalan-kenalannya yang beberapa cukup nyentrik dan mengganggu. 

Chicklit memang jenis bacaan fiksi yang 'cewek banget' dan agaknya kurang nyambung dengan dunia blogging. Meski demikian saya belajar banyak dari gaya penulisan chicklit dengan luar biasa bisa sangat deskriptif dalam menjabarkan sesuatu dengan melibatkan panca indera pembacanya. Keistimewaan lainnya ada pada pencitraan karakter tokoh-tokohnya. Pencitraan karakter dalam chicklit sangat kuat, hingga kadang pembaca menemukan sebagian dari dirinya atau seseorang yang dikenalnya yang mirip dengan tokoh dalam chicklit

Sophie Kinsella adalah penulis chicklit favorit saya. Dalam Shopaholic-the series ciptaannya, kita bisa mendalami pikiran si Becky Bloomwood-si tokoh utama yang bermasalah dengan credit card karena kebiasaan gila belanjanya. Lepas dari kontroversi soal kebiasaan belanja berlebihan, saya salut dengan cara pendeskripsian karakter Becky. Kita bisa mendalami  karakternya dari cara Becky melihat sepasang "perfect shoes" atau benda-benda lain yang terasa HARUS dimilikinya. Juga cara-cara konyolnya untuk menghindari bankir dan tagihan kartu kredit. She's totally insane, but this a well writen book. 

Terkadang menulis blog juga membutuhkan sentuhan kreatifitas yang sama. Mendeskripsikan  dua pantai indah yang berbeda secara fisik  gampang-gampang susah. Menjelaskan seperti apa orang-orang yang kita temui dalam perjalanan, budaya  dan kebiasaan mereka juga butuh keahlian deskriptif yang sama ruwetnya. Begitu pula dengan cara menjelaskan kondisi emosional yang kita rasakan saat itu. Terkadang kalau sedang gak mood,  hal-hal ini bisa bikin frustasi. Mudah dibayangkan, susah dituliskan.

Makanya buat saya penulis yang hebat itu adalah mereka yang mampu menceritakan hal-hal rumit jadi sederhana, dan mendeskripsikan hal-hal simpel jadi istimewa. Dalam hal travel writing, bagaimana membuat artikel yang bisa membuat pembacanya memiliki sudut pandang baru tentang suatu tempat. Mengajak pembaca merasakan apa yang kita rasakan dan alami, atau malahan ikutan kepengen pergi ke tempat yang kita datangi. Tapi itu cuma definisi saya loh!

Buku Traveling favorit saya dan Panda adalah Naked Traveler. Ada beberapa buku  traveling lain yang kami baca, tapi buku ini spesial dengan  gaya penceritaan yang ringan dan jenaka. Si penulis, Trinity jelas pakar dalam menterjemahkan pengalaman yang paling sial sekalipun jadi cerita yang menarik dan terkadang bikin saya sampai ketawa ngakak. Buku ini bukan jenis yang berisi how-to-get-there, meski begitu berhasil menginspirasi banyak orang untuk mencintai dunia traveling dan travel writing. Btw, kisah perjalanan kocak Trinity juga mula-mula dikenal karena blog'nya. Ia jelas termasuk dalam daftar blogger yang sangat inspiratif buat saya. 

Me & Blogwalking  
Selain buku, saya juga bersehabat dengan blog. Selain ketika sedang melakukan 'riset' untuk keperluan dolan, saya juga hobi blogwalking. Kalau sedang ada planing untuk pergi ke suatu tempat, saya biasa mencari info tentang rute perjalanan, alternatif transportasi, harga tiket, makanan khas yang wajib dicoba dan berbagai detail kecil tentang biaya ini-itu yang akhirnya melengkapi rancangan itinerary plus budgetnya. 

Kalaupun tidak sedang melakukan riset, saya juga masih senang membaca blog yang berisi catatan perjalanan. Hanya saja bukan detail yang dicari. Saya demen mempelajari gaya penulisan seorang blogger dari postingan mereka.

Sungguh mengesankan betapa perjalanan ke tempat yang persis sama bisa menghasilkan cerita dan pengalaman yang berbeda. Saya menemukan sendiri ada beberapa blogger yang bisa sangat kreatif dengan kata-kata. Mereka ini selalu membuat catatan perjalanan yang asyik dan punya personal touch yang kuat dalam tiap artikelnya. Hal ini kadang bikin saya minder dan sedikit sirik.

Ada blog yang foto-foto perjalanannya bikin saya menahan napas dan bikin envy berat. Blogger tipe ini biasanya hobi jalan sekaligus jeprat-jepret, tapi pelit dengan kata-kata  dan kurang narsis. Meskipun banyak juga blog yang saking terlalu banyaknya detail, sampai ke menit-menitnya ditulis, hingga malah melewatkan sensasi yang dirasakan si blogger itu sendiri. Yah, tiap orang punya style masing-masing sih..

Begitulah kegiatan iseng saya jadi pengamat blog. Meski senang blogwalking tapi saya hanya satu-dua kali saja meninggalkan jejak berupa komentar atau tautan link. Entahlah, mungkin saya ini tipe silent reader.

Me, Him & HIM
Pikiran saya berpetualang ke masa 7 bulan yang lalu, ketika "kami" memutuskan untuk membuat blog ini. Setelah menjalani long-distance-relationship selama 3 tahun yang membahagiakan juga menguras air mata (halah!), saya kemudian menyusul hijrah ke Depok untuk hunting kerjaan. 

Dulunya cuma bisa ketemu dua-tiga bulan sekali, paling cepet sebulan sekali. Berantem via telepon, nangis dan kangen-kangenan juga sama telepon. Sekarang hampir tiap weekend bisa ketemu, bisa malem mingguan, dari ngubek-ngubek museum di Jakarta sampai berkesempatan terbang ke S'pore. Its amazing.

Dari latar belakang "biasa berjauhan" itu, kami berusaha memanfaatkan moment bersama dengan cara yang nyentrik dan menyenangkan. Biarpun kadang bikin bokek. Dan dari berbagai momen jalan-jalan bermanfaat itu, terkumpulah banyak foto. Itulah modal awal kami bikin blog, foto dan pengalaman.

Cerita memang punya sensasi yang berbeda dari sekedar foto. Selain sebagai kenang-kenangan, dengan ngeblog kami juga berharap orang-orang terbantu dengan tulisan kami. Secara dulunya kami juga banyak dapat info tempat-tempat yang asyik dari blog. Kalau buat saya pribadi, ngeblog adalah bentuk cinta dan perhatian saya buat Panda. Bahwa segala kejadian yang sudah kami lalui bersama sungguh berarti untuk saya. Dan saya tahu, sejelek-jeleknya tulisan saya, saya punya pembaca favorit yaitu Panda. 

"Kalau writer block lagi melanda, saya suka melihat kumpulan foto-foto kami.  Me, him and big smile, i love it. It makes me better.

Memang sejauh ini baru saya saja yang berkontribusi menulis, karena kesibukan Panda. Ditambah, baru-baru ini laptopnya sedang 'bermasalah'. Jadi sementara ini saya single fighter untuk mengisi blog ini, lagian I have plenty of time.

Masalahnya saya ini agak moody yang diperparah kejadian kehilangan Toshiba notebook tercinta (berikut digicam dan file foto). Untungnya Panda punya back-up beberapa foto kami termasuk di Singapore, Penang dan Tidung. Tidak semua memang, tapi lumayan banget.

Singkat cerita, saya masih punya banyak PR untuk memposting hasil jeng-jeng kami. Tadinya saya agak terintimidasi. Snorkeling di Tidung belum ditulis, jelajah  museum-museum di Kota Tua, ataupun Wagyu Steak di Holycow yang bikin ngiler.  Pokoknya  belum kelar ditulis, dan foto-fotonya keburu ilang, eh, kami sudah punya kisah baru lagi yang siap ditulis. 

Tapi kemudian saya mengkoreksi kebodohan ini. Mestinya saya bersyukur pada Tuhan, karena Ia memberikan kesempatan jalan-jalan lebih  banyak dari  pada kesanggupan saya untuk menceritakannya.
Maafkan saya Tuhan. Saya akan berusaha untuk lebih rajin lagi mempostingkan artikel sebagai rasa syukur atas kesempatan yang Engkau berikan pada kami. :)


PS:
-sebenernya diam-diam saya juga nyambi ngegame Zombie Lane di Facebook kalau lagi writer blocknya kumat. Menanam paprika untuk beli senjata, lalu senjatanya untuk nembak Zombie. I love it, but Panda hates me playing this game.

Jumat, 04 November 2011

Reason go to Penang



Yes, its another travel report from us. We've been traveling in Penang (Pulau Pinang) in 16-18 September 2011. Penang is a small island, off the northwestern coast of Penisular Malaysia.  Small Island, short time but a lot of stories and wanna back there someday.

This "Pearl of the Orient" of Malaysia may not so popular as holiday destination for Indonesian people. Many people from Medan (some from Surabaya) came to this place for medical treatment. Penang has world-class hospital and affordable medical service -I heard this from an aunty from Surabaya. We met this aunty and her daughter in  Kek Lok Si Temple. She said that medical check-up in Penang hospital cheaper than Jakarta, plus they have better service. She also told us that Her brother recover from his illness (I forgot the case) without surgery. Less painful and less expensive. Beside this "medical tourism" topic, we found some reason to visiting Penang as a trip destination:

1.  Cheap Flight
AirAsia as a Malaysian-based low cost carrier has cheap and daily non-stop flight from Jakarta to Penang. They often offer a sale fare ticket and we take the early bird  fare for IDR 250.000/one way/pax (before tax). Beside the flight ticket, accomodation in Penang is suit to every budget. If you dont want to use taxi, public transportation also cheap and comfortable. Get Rapid Penang bus with fare from RM 1.4 to RM 4.0 depends on the distance. Delicious hawker food can be found everywhere, usually less than RM 5. 

2. Food Paradise
This may be the best reason that makes people love to come and back again, including us. Penang has a plenty of cheap and tasty hawker food. Penang Laksa Assam  has been voted as  World's no. 7 most delicious food by CNNGo. This noodles-in-fish soup  wasn't our favourite one, but still many dishes won't miss: hainan chiken rice, duck rice, char kway teow (should try!)  lor bak,  curry mee, hokkien mee. 

They also have famous, sweet and cold dessert called Ais Kachang, mostly called as ABC (Ais Batu Campur) by local people.  ABC made from red bean, sweet corn, grass jelly, agar-agar, shaved ice and final topping by condensed milk, coloured syrup and sometimes with a scoop of ice cream, yummy!. Penang also has premium Durian cultivation zones in Balik Pulau. Come to Penang in Durian season in May-July to take durian eating tour (all-you-can-eat) and taste various kind of this King of fruit. We lucky enough to taste Ang Hae (Red Prawn), the most famous  and delicious durian variety. This sweet and bitter taste maybe the best we ever ate.  

3. World Heritage Site

Georgetown, the capital state of Penang is UNESCO World Cultural Heritage site in 2008. This old city has beautiful colonial architecture, and many building that express chinese, indian and malay culture. Georgetown is a place to learn about history, multicultural heritage and religious site in one place. Here we can found religious building and house of worship of Islam, Buddhism, Hinduism, Christianity, and Chinese religion which combine Taoism, Confucianism,  and Buddhism.

Kamis, 27 Oktober 2011

Dolan Hemat 3 Negara: Singapore-Kuala Lumpur-Bangkok

Rp. 129.000
Makin maraknya promo penerbangan oleh berbagai budget airlines membuka kesempatan bagi banyak warga Indonesia untuk bisa "plesir" ke negara-negara tetangga. Sayang baru sebagian saja yang menyambut kesempatan ini karena paradigma lama bahwa "traveling abroad = mahal". Untuk anda yang ingin berpetualang hemat ke tiga negara terdekat, Ebook TravelHemat seri Singapore, Kuala Lumpur, Bangkok adalah panduan berbahasa Indonesia yang tepat .  

Ebook TravelHemat seri Singapore-Kuala Lumpur-Bangkok senilai Rp. 129.000,- ini berisi:
  • Cara membuat rencana perjalanan yang efisien.
  • Cara membuat rencana rute perjalanan
  • Cara melakukan riset terhadap tempat tujuan
  • Cara menemukan penerbangan murah antar negara.
  • Cara menemukan akomodasi murah nan nyaman.
  • Cara menemukan alternatif sarana transportasi murah
  • Cara menghitung budget perjalanan yang benar.
  • Cara memilih produk asuransi perjalanan yang murah namun bagus.
  • Tips packing yang efisien (traveling light)
  • Info 10 hal yang wajib dilakukan saat di Kuala Lumpur, Singapore dan Bangkok 
  • Link ke berbagai situs yang berguna (maskapai penerbangan, peta, transportasi, dll)

Bedanya dengan buku lain? 

Kami juga punya beberapa buku traveling yang asik kok. Tapi tidak semua buku itu mengajarkan bagaimana membuat rencana perjalanan/itinerary yang efisien, membuat budget perjalanan yang benar (its my favourite one!), cara melakukan riset perjalanan plus link-link yang berguna, bagaimana caranya mendapatkan akomodasi-makan-transportasi murah (penting!).  Beneran, kami bahkan pernah mencicipi Hainan Chiken Rice yang enak seharga S$2 (kurleb Rp. 14.000,-) di Singapore.

Kami membeli Ebook TravelHemat seri Singapore-Kuala Lumpur-Bangkok ini di tahun 2008. Sebelumnya di tahun 2007 saya dan keluarga sempat berwisata ke Singapore dan Kuala Lumpur. Sungguh menyesal karena dulu cuma tahu Singapore identik dengan Merlion dan Kuala Lumpur dengan menara "twin tower" Petronas dan Genting, itupun tahu dari supir taxi, astagaa.. Coba punya Ebooknya sebelum pergi, mungkin lain lagi ceritanya.

Di tahun 2011, berbekal Ebook TravelHemat, kami kembali mengunjungi Singapore dengan persiapan yang lebih matang. Lebih banyak spot yang dikunjungi, dari Universal Studio (USS), Crane Dance, Song of the Sea di Sentosa Island, Merlion Park, Singapore Zoo selama 4 Hari/ 3 Malam senilai 3.2 jutaan/person all-in termasuk tiket pesawat PP, akomodasi, meals, dan belanjaan. Lihat reportnya disini.  


Universal Studio Singapore 2011


Di dalam Ebook ini juga memuat detail persiapan dan perencanaan  wisata hemat ke Kuala Lumpur - Singapura - Bangkok selama 7 hari/6 malam. Kabar baik lainnya, kalau beli eBook ini GRATIS konsultasi travel online dengan Pak Agung Basuki, the author. Saya sendiri pernah beberapa kali tanya-tanya dengan beliau via Facebook message yang selalu dibalas dengan jawaban yang sangat informatif. He's so helpful and kind! 

Nilai yang dibayarkan gak sebanding dengan "ilmu" yang didapet, dan rupiah yang bisa dihemat.  Untuk penjelasan lebih lanjut atau pembelian, silahkan klik DISINI.  

Traveling itu bikin ketagihan. Selesai satu perjalanan, kaki segera ingin melangkah ke destinasi lainnya. Atmosfer yang berbeda, kultur dan habit masyarakat lokal yang menarik, makanan "asing" mengundang untuk dicicipi, dan berbagai pengalaman unik selama diperjalanan membuat siapapun rindu untuk segera traveling kembali. 

Bagi yang berminat dengan destinasi lain, masih banyak seri TravelHemat lainnya, klik dibawah ini:
 
Travel Hemat - Kuala Lumpur - Singapore - Bangkok
Travel Hemat - USA  *PROMO*
The Passion of Traveling          
   
Trust me, kami tidak akan merekomendasikan eBook yang tidak bermanfaat. If you serious to try an independent abroad experience with a budget traveling style, this TravelHemat eBook is perfect step to start. Happy Traveling!

Selasa, 04 Oktober 2011

A night in Changi Airport, Sg

Sleeping @Mc. Cafe, T2 Changi Airport

Another silly story in our travel experience. Pertengahan Juli 2011 lalu, malam ketiga dari short trip kami ke Singapore dihabiskan di sebuah luxury building dengan tarif yang nyaris gratis. Sounds nice? Sebenarnya tidak juga, kami terdampar semalaman di Terminal 2 Changi Airport setelah nekat early check out dari Hostel. Fakta dibalik kenekatan ini adalah karena kami butuh duit deposit hostel kembali (S$100 ≈ Rp. 700.000/2 pax) dan menghindari booking MaxiCab (S$57) untuk mengantar jam 4.00 pagi ke Airport. Masalah deposit ini hanya salah satu dari sekian kerepotan yang ditimbulkan akibat salah pilih Hostel, I’m gonna share this in another post.      

Penginapan seharga secangkir cokelat panas

Hot Chocolate =  sleep for free
 
Berbeda dengan para hardcore backpacker yang sesekali sengaja menghabiskan malam nan irit dengan menumpang tidur di Airport, pengalaman ‘nggembel’ kami ini adalah sebuah insiden-tak-terduga. Kami sudah membooking akomodasi untuk tiga malam, bayar untuk tiga malam, dan berakhir di sofa Mc. CafĂ© di malam ketiga, how come?

Sambil menenteng hasil buruan di Orchard Road kami berlima menjejakkan kaki di Terminal 2 Changi Airport nyaris jam 1 pagi. Airport megah ini bergeming dengan kedatangan kami, suasananya sungguh hening meski tetap terang benderang. Berbekal informasi yang sangat terbatas, kami melangkahkan kaki menuju Mc. CafĂ© yang buka 24/7. Melihat beberapa traveler lain yang tanpa dosa tertidur di sofa panjang cafĂ© ini, we surely say it’s the right place to wait until the boarding pass time at 6 am.

He looks so sleepy, isn't he?


Beristirahat di Cafe ini dibayar seharga secangkir cokelat panas dan secangkir teh Dilmah, total nyaris S$7 (less than Rp. 50.000,-). Cheap enough dibandingkan dengan fasilitas yang didapat: long bench yang cukup empuk untuk merebahkan diri, AC yang agak kelewat dingin, free WiFi, clean toilet, yang terpenting adalah tempatnya bersih, aman dan nyaman untuk sekejap terlelap. Para pegawai disini nampaknya sudah terbiasa dengan pemandangan turis-turis asing yang tak sadarkan diri di bangku-bangku mereka.


Sekalipun kami tidak benar-benar mengeksplorasi Terminal 2, tapi beberapa artikel menyatakan adanya beberapa rest area di tiap terminal yang merupakan perfect spot bagi para sleepers. Buat kami, bisa numpang rehat sejenak di Mc. CafĂ© ini sudah luar biasa, what an unforgettable experience. Bagi yang tertarik dengan Airport sleeping experience di belahan bumi manapun, bisa baca reviewnya di http://www.sleepinginairports.net. 

Btw, foto diatas benar-benar diambil ketika Panda ketiduran di long bench, and yes, he make a snoring sound as usual. I said to myself: suatu saat kita akan mentertawakan hari dimana kita harus melalui adegan 'nggembel' di Changi Airport, dan dirimu masih bisa mendengkur layaknya pesawat yang sedang take off (but I still love you). :D      

Fenomena 24/7
Entah apa deskripsi yang tepat untuk ketiga remaja di seberang meja kami ini. Dari kostumnya cowok-cowok ABG Singapore ini tidak bisa dimasukkan dalam golongan kuper, bahkan mereka ini lumayan stylish. Tapi bukan soal kostum yang membuat saya keheranan. Sudah berjam-jam, ketiganya berkutat dengan lembaran lembaran kertas dan kalkulator. Mereka duduk berhadap-hadapan tapi jarang bercakap-cakap, menekuni kertas dengan jemari yang bergumul dengan kalkulator, ditemani earphonenya masing-masing. Hanya sesekali mereka mencocokkan lembar jawaban dengan kawannya atau saling mengoper kertas. 

Perasaan saya tiba-tiba campur aduk antara salut, takjub, malu dan serangkaian perasaan aneh lainnya. Remaja macam apa yang segitu niatnya pergi ke bandara dan memanfaatkan fasilitas  restaurant 24/7 untuk belajar sampai dini hari? Saya melihat secuil keberhasilan sistem pendidikan Singapore, generasi muda yang patut diacungi jempol. I said this because I never find myself in a such crazy way to studying like them.

Its worthed enough?
Hard to answer. Sebenarnya edisi nggembel ini juga gak semurah kelihatannya karena kami sudah terlanjur membayar total biaya menginap tiga malam di Hostel. Itu artinya merelakan kesempatan untuk tidur dengan lebih nyaman di malam terakhir  

Another cost comes from transportation budget.  Karena perubahan rute yang cukup dramatis, kami mesti menambah ekstra saldo $10 untuk Ez Link. Yang tadinya biaya naik Bus & MRT cukup dengan saldo $17 selama 4 hari, jadi ditambah jadi $27. Kami batal booking Maxicab, taxi yang cukup untuk 7 passanger itu (fyi, kami jalan berlima), tapi masih saja terlilit ongkos taxi tambahan. 

Singkat cerita, malam harinya kami kemaleman, MRT dan bus menuju Changi Airport sudah berhenti beroperasi jadilah kami meluncur dengan taxi. Dini harinya, jam 4.30 AM kami mesti mengambil ransel dan koper yang dititipkan di kerabat Yessy di Pasir Ris, lagi-lagi by taxi karena MRT dan Bus belum beroperasi. 

Pelajaran berharganya adalah: jangan salah pilih hostel! Kedua, perhitungkan jam kedatangan dan keberangkatan, kalau kepagian atau kemalaman beresiko tidak bisa menggunakan transportasi publik (belum beroperasi/sudah berhenti beroperasi). And using taxi will damage you a lot. 

However, Changi Airport still a great option and a perfect backup plan for unexpected situation like we did. The best part, its a safe place and comfortable enough for sleepers. Sisanya, ini adalah pengalaman yang luar biasa berharga untuk kami. Still, Happy Traveling.   

Kamis, 22 September 2011

Our Singapore Budget (4D/3N)

foto diambil dari: whdhwhb.blogspot.com


Artikel ini diposting sama sekali tidak untuk bertujuan pamer ya, kami hanya ingin berbagi pengalaman sebagaimana kami juga sangat terbantu oleh berbagai postingan dari rekan-rekan blogger lainnya. Since Singapore was the most expensive country in South East Asia, mengatur budget traveling jadi harus lebih tricky. Here is our report for 4 days/ 3 Night in July 2011 for 2 person:  

Plane ticket
Total US$ 112.2. Tiket promo fare Tiger Airways seharga S$3/sekali jalan ini adalah hadiah natal dari Panda. Plus berbagai tax dan surcharge harga per orang menjadi US$56/PP (≈ Rp. 500.000).

Airport Tax Soekarno-Hatta
Total Rp. 300.000,-. Beruntung sejak januari 2011, warga negara RI sudah bebas dari kewajiban fiskal senilai Rp. 2.5 juta/orang, cukup bayar International airport tax senilai Rp. 150.000/orang.

Lodging
Total S$104 di Urban Hostel selama 4D/3N. Biaya yang dikeluarkan untuk female dorm $15/N dan twin private $22/N. Sialnya masih harus membayar deposit $50/orang yang dikembalikan saat check out. Kami akhirnya jadi early check out untuk mendapatkan deposit kembali, dan berakhir dengan ‘menggelandang’ semalaman di Changi Airport. Biaya akomodasi di Singapore relatif mahal terutama di peak season (Juni-Oktober). Hostel lain yang lebih nyaman bertarif $25-32/person untuk dormitory roomnya, termasuk simple breakfast (bread, jam & tea).   

Public Transport
Total S$89. Pengeluaran ini untuk beli multiple Ez Link Card ($12) ditambah $20 top-up senilai total $32/person dan shared taxi sebesar $25. Usefull Ez Link card ini dipakai untuk naik MRT, LRT dan Public Bus, tarif antar $0.71 - <$2 tergantung jarak. Kami sedikit over budget karena ‘insiden’ di hostel yang menyebabkan kami terpaksa bolak-balik ke Changi Airport dan Pasir Ris by Taxi. Wasting money, and totally wasting time.   

Eat
Total pengeluaran makan, snack dan minum S$87.7 atau rata-rata perhari S$14.5/pax. Kami biasa makan di hawker centre, food court dan sesekali di fast food restaurant. Harga makanan di tempat-tempat diatas sekitar $2-$10 per porsinya, tapi rata-rata $4 di hawker centre. Air mineral botol 600 ml seharga $1.3-$2, tergantung tempat belinya (lebih mahal dari semangkuk nasi di Chinatown). Pengeluaran ini ditambah Rp. 48.000,- untuk sarapan bubur ayam di Bandara Soetta.     

Activities
Total pengeluaran S$202 termasuk tiket Universal Studio Singapore ($66/weekdays), Singapore Zoo ($20 + $5 tram) dan Song of the Sea ($10). Beberapa attraksi di Singapore free, terutama wisata heritage dan cultural. The best part, we watch the awesome robotic performance: Crane Dance for free at Resort World Sentosa.       

Transport SOETTA Airport
Total biaya Rp. 179.000. Bisa sehemat ini karena kami menggunakan kombinasi moda transportasi: taxi, bus DAMRI bandara, dan KRL Commuter Line. Sedikit ribet but worthed enough. Kalau kami nekat pakai taxi Depok-Airport Soekarno-Hatta (PP) bisa kebobolan sampai Rp. 500.000,-.

Souvenirs
Total damage S$224. Sebelumnya kami sepakat untuk tidak banyak belanja karena budget dan berat bawaan ke kabin terbatas. Tapi karena ada donatur tambahan, yah akhirnya belanja juga: 11 t-shirt (Hangten & Giordano), satu plastik bermacam candies yang dibeli di berbagai tempat, buku dongeng untuk keponakan, Sentosa Souvenir untuk teman kantor Panda, dan cheap Merlion miniature untuk koleksi kami. Kalau mau lebih hemat hunting berbagai souvenir 3 for $10 di area Chinatown atau Bugis. Amazingly, berat ransel kami masing-masing tidak melebihi 7 kg, tapi tetap saja ya sedikit ribet.    

Misc.    
Total S$11. Pengeluaran yang tidak seberapa tapi fungsional. Disposable rain coat /poncho seharga $2 agar kami (terutama Paspor, HP dkk) tidak basah kuyup ketika kehujanan di USS. Dan dengan dua buah koin $1, saya bisa menelepon beberapa menit ke Depok dan Salatiga, praktis dan hemat.


Total pengeluaran trip kami ke Singapore selama 4H/3N, bila dirupiahkan ≈ 6,5 juta rupiah/2 person all-in, sudah termasuk tiket pesawat, tiket masuk atraksi dan belanjaan kami. Semoga membantu rekan-rekan yang sedang merencanakan perjalanan hemat ke Singapore. Happy Traveling. 

Sale T-shirt @Orchard Road, Sg


Dalam rangka melengkapi short trip kami ke Singapore (July, 2011), pada malam terakhir kami menyempatkan diri ke Orchard Road. Shoping paradise ini dikepung gedung perbelanjaan dengan deretan stall dari kelas obralan sampai branded item dari Burberry, Chanel, Dolce and Gabbana dll.


Personally, kawasan ini bukan destinasi favorit kami. Selain tidak menambah wawasan, juga bikin kantong kempes. And we have another fight here, which I don’t want to share. We’ll keep it as a small part of our journey.  

Selepas keluar dari Orchard MRT station yang tergabung dengan Ion Orchard, kami sempat nongkong di depan mall megah ini. Banyak wisatawan mengabadikan diri di depan mall ini, kebanyakan dari Indonesia juga. Tahunya? Sebagai sesama Indonesian, mudah sekali mengenali ‘pelancong’ sebangsa, entah dari kostumnya, dialeknya, bahkan dari cara berpose di depan kamera saja ketahuan kok. Tu, wa, ga, piss.

Sale Everywhere
Singapore selalu menggelar acara tahunan Great Singapore Sale tiap bulan Juli. Seolah kemanapun kaki melangkah selalu ada lembaran merah bertuliskan SALE melambai-lambai. Sebelumnya kami sepakat untuk tidak beli oleh-oleh berupa t-shirt (karena berat, need more space, sedangkan kami gak pesan bagasi), tapi akhirnya kami takluk juga dan pulang dengan 11 t-shirt (termasuk Wangki/Polo tees).

Lucunya kami justru tidak beli sehelai kaospun untuk diri sendiri. Buat kita berdua, perjalanan ini sendiri more than enough dan tidak ada souvenir yang lebih bagus daripada pengalaman itu sendiri. Either the great and the sucks experiance.

Dua brand T-shirt yang sering dijadikan souvenir adalah Hang Ten dan Giordano. Meskipun banyak yang mengira Hang Ten adalah produk asli Singapore, tapi sebenarnya brand ini berasal dari California. Mula-mula brand ini khusus membuat produk surfing, tapi kini Hang Ten sudah berevolusi menjadi full lifestyle brand.  Selain nyaman dipakai, harganya juga relatif lebih terjangkau dibandingkan produk surf brand lainnya.

Di Lucky Plaza kami sempat beredar di dua kios Hang Ten. Sale farenya sungguh menggoda iman, sistemnya kita bayar lebih murah bila membeli lebih dari satu item dari produk yang sejenis.  Harga t-shirt termurah yang kami jumpai senilai S$10, bahkan ada yang seharga S$20 for 3 (each less than Rp. 50.000,-). Polo tees atau t-shirt berkerahnya seharga S$18 dan buat saya kualitasnya oke juga.  

Beda Lokasi, beda Harga?
Lain lagi cerita soal Giordano. Di  Jakarta, Depok atau di Malaysia sekalipun, Giordano biasa punya stall yang cukup luxury di dalam Mall. Di Lucky Plaza, Orchard Road, stall Giordano terletak di pinggir jalan di lantai dasar. Ruangannya terbuka, (sepertinya) non-AC jadi lebih mirip kios  yang dengan segera terasa gerah bila berdesak-desakan dengan buyer lainnya.    


The most wanted item adalah t-shirt I (heart) Sg. Produk original Giordano ini dijual senilai $18/pieces atau $26/2 pcs (July, 2011). Its still too expensive for budget traveler like us, jadi kami hanya beli satu wangki/polo tees Giordano ($23). Ada banyak cabang Giordano di Singapore, entah harganya sama atau tidak untuk tiap toko.

Indonesian Habit
Saya mendengar cerita bahwa kebanyakan orang Indo  terperangah setelah membandingkan dengan harga versi Jakarta yang (katanya) lebih mahal. Itu sebabnya Singapore adalah salah satu shopping destination paling dekat dan terjangkau bagi banyak Shopaholic. Suka atau tidak, wisatawan Indo juga dikenal mudah kalap ketika belanja, mungkin karena hal itu juga pelayan toko disini sangat ramah. Mereka bahkan cukup fasih menawarkan dagangan dengan bahasa Indonesia, even they are Chinese, Indian and Filipino. Great marketing strategy!

Setelah belanja 11 t-shirt, apakah kami masuk juga dalam golongan diatas? Difficult question, since we bought it for our beloved family, not for our own self (self_defence.com). Bagian “membelikan oleh-oleh” sungguh dilematis, walau sedikit merepotkan tapi sudah jadi bagian dari tradisi dan budaya, bukan karena kelebihan duit ya (untung lagi sale).

Kesimpulan, Orchard road was a perfect shoping paradise for anykind of budget. But if you ask us, we prefer go to the museum or another heritage building. :)